Selasa, 11 Maret 2008

Tujuh Tahun

Dan kau lihat . . .
Bulan sabit itu mengintip
Mengiris awan, menabur bintang
Tersenyum, menyaksikan kita bercanda lagi

Meja dengan hiasan gelas kaca
Serta . . ., kursi-kursi yang baik hati
Mempersilahkan kita duduk
Berpandangan . . .

Bening matamu pun bercerita
Tentang detak jam, tujuh tahun yang berlalu
Juga seiris senyum yang masih semanis dulu
Semua terasa indah diiringi nyanyian merdu sang malam

Di beranda itu . . .
(entahlah, yang aku tau aku mencintaimu)

Nyanyian malam seketika terhenti
Bulan sabit teriris senyumannya sendiri
Menyaksikan hati yang pecah, tenggelam di lautan kekecewaan(1)
Karena . . .
“ Tunangan “ itu tiba-tiba muncul
Mengoyak senyum manis bibir merah
(1) Harga yang harus dibayar untuk seiris senyuman

Hanyalah gadis hitam-putih lusuh
Setia menemani setiap detik, tujuh tahun berlalu
Prihatin dengan Hari itu
Namun . . .
Ia hanya bisa diam menyaksikan semuanya
Hati yang hancur perlahan,
Dengan pecahan menembus tulang

August 30, 2002

Tidak ada komentar: